KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena bimbinganNya
sehingga Makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini mengangkat judul “Wewenang
Dan Tugas Hakim” yang lebih banyak memberikan informasi mengenai Tugas dan
wewenang Hakim dan Hakim Agung dalam melakukan tindakan pengambil Keputusan
dalam Persidangan.
Penulis
juga berterima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan
Ilmunya dalam pengajaran sehingga sangat membantu penulis dalam menyelesaikan
makalah ini. Dan penulispun sangat
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini maka
penulis juga sangat mengharapkan masukan dari pembaca guna disempurnakannya
makalah ini.
Semoga
makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca dalam pengembangan ilmu
terutama dalam bidang pendidikan Ilmu Hukum di Indonesia. Pada akhirnya penulis
sangat berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh teman,dosen serta
kerabat yang selalu mendukung setiap aktifitas dalam menempuh pendidikan di
bidang Ilmu Hukum.
Bekasi,
20 November 2016
Hormat
Kami,
Penulis
Daftar
Isi
Halaman
Halaman
Judul………………………………………………………………………i
Kata
Pengantar………………………………………………………………………ii
Daftar
isi………………………………………………………………………………iii
BAB
I PENDAHULUAN……………………………………………………………1
A. Latar
Belakang……………………………………………………………………...1
B. Rumusan
Maslah……………………………………………………………………2
C. Tujuan……………………………………………………………………………….2
D. Manfaat………………………………………………………………………………2
BAB
II PEMBAHASAN…………………………………………………………....3
A.
Tugas dan Wewenang Hakim Menurut Kitab
Undang-undang
Acara Pidana (KUHAP)…………………………………………….........3
B.
Kewenangan Hakim Menurut UU Nomor 48
Tahun 2009…………………………....3
a. Kewenangan
dan Tugas hakim dalam peradilan umum…………………………..4
b. Tugas
dan wewenang hakim dalam ruang lingkup Makamah Agung…………….5
C.
Kewenangan Hakim Agung dan Pengawasannya……………………………………..6
a. Makamah
Agung Menurut UU Nomor 14 Tahun 1985…………………………...6
b. UU
Nomor 5 Tahun 2004 mengenai perubahan UU Nomor 14 Tahun 1985…….7
c. UU
nomor 3 Tahun 2009 tentang perubahan
kedua atas UU nomor 14 Tahun 1985…………………………………………….8
d. Pengawasan
Kewenangan Hakim………………………………………………….9
D.
Kewenangan Peradilan Umum…………………………………………………………9
a. Kewenangan
Peradilan Umum Menurut UU No. 2 Tahun 1986………………….9
b. UU
No. 8 Tahun 2004 tentang perubahan UU No. 2 tahun 1986
Tentang Peradilan Umum10
c. UU
No. 49 Tahun 2009 tentang perubahan ke 2
terhadap UU No. 2 Tahun 1986 tentang
peradilan Umum………………………..11
E.
Peran Masyarakat Dalam Pengawasan
Lembaga Peradilan…………………………...12
BAB
III PENUTUP…………………………………………………………………………...13
A.
Kesimpulan……………………………………………………………………………..13
B.
Saran……………………………………………………………………………………14
Daftar
Pustaka………………………………………………………………………………15
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ubi societas ibi ius
(dimana ada masyarakat, di situ ada hukum )[1].
Pendapat yang dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero ( 106-43 SM ) tersebut
sampai sekarang tak seorang pun dapat membantahnya. Tanpa hukum tidak aka ada
ketertiban dan tanpa ketertiban manusia akan kehilangan pedoman. Banyak sekali
peraturan hukum yang tumpul, tidak mempan memotong kesewenang-wenangan, tidak
mampu menegakkan keadilan dan tidak dapat menampilkan dirinya sebagai pedoman
yang harus diikuti dalam menyelesaikan berbagaai kasus yang seharusnya bisa dijawab oleh hukum[2].
Sekalipun ada para penegak hukum seperti hakim, jaksa, maupun polisi serta pengacara, namun dalam
banyak kasus mereka yang tadinya diharapkan dapat menegakkan kebenaran dan
keadilan justru ada yang berbuat sebaliknya. Bahkan, beberapa diantaranya
ditemukan terlibat dalam jaringan mafia peradilan, namun sangat sedikit sekali
diantara oknum tersebut yang dihukum sebagaimana yang diharapkan masyarakat
luas.
Keadaan
ini semakin meyakinkan masyarakat bahwa
di lingkungan peradilan ada immunity (
kekebalan ) hukum terhadap orang atau sekelompok orang tertentu. Kualitas suatu
peradilan dapat dilihat dari hasil keputusan yang diambil oleh hakim dalam
suatu persidangan, keputusan yang adil tentunya akan mendapat kepuasan dari
masyarakat, demikian sebaliknya apabila suatu keputusan yang tidak didasari
suatu keadilan akan menimbulkan kekecewaan dari masyarakat tersebut. Hal inilah
yang mengakibatkan peran seorang hakim sangat menentukan kualitas suatu
peradilan yang adil yang sesuai dengan keinginan masyarakat.
Apa
yang diuraikan singkat diatas, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan bagi kita
sebagai bagian dari anak bangsa ini, mengapa semua ini terjadi?. Oleh sebab
itulah perlu agar kita mengetahui wewenang seorang hakim yang dianggap sebagai
tangan Tuhan yang mempunyai hak memutuskan dalam suatu perkara, dan sejauh mana
keputusan seorang hakim tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
Wewenang dan Tugas Hakim Dalam Ruang Lingkup Peradilan?
2. Apakah
peran masyarakat dalam mengawasi peradilan ?
C. Tujuan
1. Untuk
Mengetahui Wewenang dan Tugas Hakim dalam ruang lingkup peradilan
2. Untuk
mengetahui peran masyara kat dalam
mengawasi peradilan.
D. Manfaat
a. Teoritis
1. Untuk mengembangkan ilmu dibidang
pembelajaran HUKUM
2. Untuk menambah khasanah kajian
ilmiah dalam pengembangan media pembelajaran.
b. Praktis
1. Bagi penulis
Manfaat yang dapat dirasakan bagi
penulis dalam penulisan karya tulis ini adalah berkembangannya pemahaman
penulis dalam bidang ilmu yang diteliti oleh penulis. Dengan menggunakan metode
penelitian yang benar akan memudahkan penulis meneliti pokok permasalahan dari
topik yang diangkat agar memperoleh kemudahan dalam penyusunan karya tulis.
2. Bagi pembaca
Dengan membaca hasil karya tulis ini
diharapkan akan menambah wawasan pembaca dalam bidang keilmuan, dengan disusun
sebagaimana mestinya juga akan mempermudah bagi pembaca memahami isi dari karya
tulis ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tugas
dan Wewenang Hakim Menurut Kitab Undang-undang Acara Pidana (KUHAP)
Hakim adalah aparat penegak hukum atau pejabat peradilan negara
yang diberi wewenang oleh undang undang untuk mengadili atau memutuskan suatu
perkara. Di dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, tentang
Kekuasaan Kehakiman, Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan
tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan
peradilan tersebut.
Secara khusus dalam
Kitab Undang-undang Acara Pidana (KUHAP) telah menjelaskan mengenai wewenang
dan tugas seorang Hakim, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Menurut
pasal 1 ayat (8) KUHAP hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.
b. Menurut
Pasal 157 KUHAP seorang hakim tidak boleh mengadili perkara apabila Ia terkait
hubungan keluarga dengan Hakim ketua sidang,hakim anggota, penuntut umum atau
panitera, terdakwa dan penasehat hukum.
c. Menurut
pasal 158 KUHAP hakim dilarang menunjukan sikap mengeluarkan pernyataan
mengenai keyakinan salah atau tidaknya terdakwa.
d. Menurut
pasal 183 KUHAP hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada terdakwa kecuali
dengan 2 alat bukti yang sah.
e. Menurut
pasal 220 KUHAP hakim tidaak diperkenankan mengadili perkara yang dirinya
berkepentingan baik lansung maupun tidak lansung.
B.
Kewenangan
Hakim Menurut UU Nomor 48 Tahun 2009
Kekuasaan kehakiman
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan
yang merdeka yang
dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan
peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi,
untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan[3].
Atas dasar ini sudah jelas bahwa kekuasaan kehakiman meliputi seluruh lembaga
Peradilan, untuk lebih jelas maka perlu adanya sebuah pengetahuan mengenai
wewenang dan kewajiban serta tanggung jawab seorang hakim dalam ruang lingkup
peradilan menurut UU No. 48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan Kehakiman.
Dalam hal ini akan
lebih mudah lagi apabila kewenangan dan kewajiban serta tanggung jawab seorang
hakim yang tercantum dalam UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
kita pisah dalam 2 ruang lingkup, yaitu sebagai berikut.
a. Kewenangan dan Tugas hakim dalam
peradilan umum
Pasal 3 ayat (1)
Dalam menjalankan tugas
dan fungsinya, hakim
dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan.
Pasal 5 ayat (1)
Hakim dan hakim
konstitusi wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup
dalam masyarakat
Pasal 5 ayat (2)
Hakim dan hakim
konstitusi harus memiliki
integritas dan kepribadian yang
tidak tercela, jujur,
adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
Pasal 5 ayat (3)
Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
Pasal 8 ayat (2)
Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan
pula sifat yang
baik dan jahat
dari terdakwa.
Pasal 17 ayat (3)
Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat
hubungan keluarga sedarah
atau semenda sampai derajat
ketiga, atau hubungan
suami atau istri meskipun telah
bercerai, dengan ketua,
salah seorang hakim anggota,
jaksa, advokat, atau panitera.
Pasal 55 ayat (1) Ketua pengadilan
wajib mengawasi pelaksanaan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
Dari
penjabaran dari sebagian pasal-pasal yang menjelaskan mengenai kewenangan dan
kewajiban serta tanggung jawab hakim dapat di simpulkan bahwa:
1. Dalam
menjalankan tugas dan fungsinya hakim wajib menjaga kemandirian peradilan.
2. Hakim
wajib menggali nilai-nilai hukum yang berkembang dalam masyarakat.
3. Hakim
harus memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela,
jujur, adil, profesional, dan
berpengalaman di bidang hukum serta mentaati kode etik perilaku hakim.
4. Ketua pengadilan
wajib mengawasi pelaksanaan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
b. Tugas dan wewenang hakim dalam
ruang lingkup Makamah Agung
Dalam
UU No. 48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan kehakiman menjelaskan mengenai tugas dan
wewenang hakim dalam ruang lingkup Makamah Agung kedalam beberapa pasal
diantaranya adalah sbb.
ü Pasal
1 ayat (6) Hakim Agung adalah hakim pada Mahkamah Agung.
ü Pasal
1 ayat (8) Pengadilan Khusus adalah
pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk
memeriksa, mengadili dan
memutus perkara tertentu yang
hanya dapat dibentuk dalam salah satu
lingkungan badan peradilan
yang berada di
bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam undang-undang.
ü Pasal
20 ayat (1) Mahkamah Agung merupakan
pengadilan negara tertinggi dari badan
peradilan yang berada
di dalam keempat lingkungan peradilan
ü Pasal
20 ayat (2) Mahkamah Agung berwenang:
a. mengadili
pada tingkat kasasi
terhadap putusan yangdiberikan
pada tingkat terakhir
oleh pengadilan di semua
lingkungan peradilan yang
berada di bawah Mahkamah Agung,
kecuali undang-undang menentukan
lain;
b.
menguji peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan
c. kewenangan lainnya yang diberikan
undang-undang.
ü Pasal
31 ayat (1) Hakim pengadilan di bawah Mahkamah Agung merupakan pejabat negara
yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang
berada pada badan
peradilan di bawah
Mahkamah Agung.
ü Pasal
39 Ayat (1) Pengawasan tertinggi terhadap
penyelenggaraan peradilan
pada semua badan
peradilan yang berada
di bawah Mahkamah Agung
dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah
Agung.
Hakim
agung adalah hakim yang yang dikenal dalam ruang lingkup Makamah Agung. Fungsi Mahkamah Agung adalah Sebagai Pengadilan Negara
Tertinggi, yang merupakan pengadilan kasasi, bertugas membina keseragaman dalam
penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali, serta menjaga
agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan
secara adil, tepat dan benar
Dalam Pasal 24A UUD 1945 juga menyebutkan kewenangan Mahkamah Agung meliputi
:
1.
Mengadili pada tingkat kasasi
2.
Menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang
3.
Wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang.
C.
Kewenangan
Hakim Agung dan Pengawasannya
Hakim Agung adalah pimpinan dan hakim anggota
pada Mahkamah
Agung Republik Indonesia. Hakim agung ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia
dari nama calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat atas usulan Komisi Yudisial. Usia pensiun hakim agung
adalah 70 tahun. Jumlah hakim agung menurut undang-undang maksimal 60 orang.
Hakim agung dapat berasal dari sistem karier atau sistem nonkarier.
Agar lebih jelasnya maka kita akan menelaah mengenai UU yang mengaturnya.
a. Makamah Agung Menurut UU Nomor 14
Tahun 1985
Dalam
UU Nomor 14 Tahun 1985 adalah sebuah UU yang mengatur tenntang Makamah Agung
yang merupakan lembaga tertinggi peradilan yang ada di Indonesia. Maka dari UU
tersebut kita akan mengenal lebih jelas mengenai kedudukan dan fungsi Makamah
Agung serta wewenang dari Hakim agung yang merupakan anggota dari Makamah Agung
tersebut. Selanjutnya akan dijabarkan dalam pasal-pasal berikut.
Pasal 2
Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua Lingkungan
Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah
dan pengaruh-pengaruh lain
Pasal 4
Susunan Mahkamah Agung terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan
Sekretaris Jenderal MahkamahAgung.
Pasal 5 ayat (2)
Hakim Anggota Mahkamah Agung adalah Hakim Agung
Pasal 8 ayat (1) Hakim
Agung diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara dari daftar nama calon yang
diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 10 ayat (1)
Hakim Agung tidak boleh merangkap menjadi:
a.
pelaksana putusan Mahkamah Agung;
b.
wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang akan
atau sedangdiperiksa olehnya;
c.
penasihat hukum;
d.
pengusaha.
Pasal 28 ayat (1)
Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus:
a.
permohonan kasasi;
b.
sengketa tentang kewenangan mengadili;
c.
permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Pasal 32 ayat (1)
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan
peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.
Pasal 32 ayat (2)
Mahkamah Agung mengawasi tingkah laku dan perbuatan para Hakim di semua
lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya
Pasal 32 ayat (3)
Mahkamah Agung berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang
bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua Lingkungan Peradilan. Sterusnya
samapi pada ayat (5)
b. UU Nomor 5 Tahun 2004 mengenai perubahan
UU Nomor 14 Tahun 1985
UU
Nomor 5 Tahun 2004 adalah UU yang mengatur mengenai perubahan dari UU Nomor 14
Tahun 1985, banyak pasal-pasal yang telah dirubah sesuai dengan perkembangan
dan kebutuhan mengenai Makamah Agung, berikut beberapa pasal yang dirubah yang
berhubungan dengan kewenangan Makamah Agung.
1. Perubahan
terjadi pada pasal 31 dan diubah menjadi:
Pasal
31
(1) Mahkamah
Agung mempunyai wewenang menguji peraturan perundang undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang.
(2) Mahkamah Agung
menyatakan tidak sah
peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang atas alasan
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
(3) Putusan mengenai
tidak sahnya peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diambil baik
berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan
permohonan langsung pada Mahkamah Agung.
(4) Peraturan perundang-undangan yang
dinyatakan tidak sah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
(5) Putusan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3) wajib dimuat
dalam Berita Negara Republik
Indonesia dalam jangka waktu palinglambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
putusan diucapkan.
2. Diantara
pasal 45 dan paragraph 2 tentang peradilan umun di sisipkan 1 pasal baru yakni
Pasal 45A yang berbunyi sebagai berikut
Pasal
45A
(1) Mahkamah Agung
dalam tingkat kasasi
mengadili perkara yang
memenuhi syarat untuk diajukan
kasasi, kecuali perkara
yang oleh Undang-Undang
ini dibatasi pengajuannya.
(2) Perkara yang dikecualikan
sebagaimana dimaksud padaayat (1) terdiri atas:
a. putusan tentang praperadilan;
b.
perkara pidana yang
diancam dengan pidana
penjara paling lama 1
(satu) tahun dan/atau diancam pidana denda;
c.
perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat
daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.
(3) Permohonan kasasi
terhadap perkara sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) atau permohonan kasasi
yang tidak memenuhi
syarat-syarat formal, dinyatakan tidak
dapat diterima dengan
penetapan ketua pengadilan
tingkat pertama dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah
Agung.
(4) Penetapan ketua
pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3)
tidak dapat diajukan upaya hukum.
c. UU nomor 3 Tahun 2009 tentang
perubahan kedua atas UU nomor 14 Tahun 1985
UU
Nomor 3 Tahun 2009 merupakan perubahan kedua dari UU Nomor 14 Tahun 1985,ada
beberapahal mengenai perubahan tersebut, diantaranya adalah:
1. Perubahan
Kalimat pada pasal 32, berikut perubahannya:
Ayat (1) sebelum :
……..di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan
kehakiman
Sesudah : ………pada semua
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam menggerakkan kekuasaan kehakiman
Ayat
(2) diubah menjadi :
selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , Makamah Agung melakukan
pengawasan tertinggi terhadap administrasi dan keuangan.
Ayat
(3) sebelum :
Makamah Agung berwenang untuk meminta keterangan yang bersangkutan dengan
teknis peradilan dari semua lingkungan peradilan
Sesudah : Makamah Agung
berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan
teknis peradilan dri semua badan peradilan yang ada dibawahnya
Ayat
(4) diubah menjadi :
Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada
pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawahnya.
Ayat
(5) diubah menjadi :
Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan
memutus perkara."
d. Pengawasan Kewenangan Hakim
Mahkamah Agung melakukan pengawasan
tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan
tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan
dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana,
cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan
memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
• Mahkamah Agung juga melakukan
pengawasan :
- Terhadap pekerjaan Pengadilan dan
tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan
tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni
dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan
- setiap perkara yang diajukan
kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan
teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan
tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor
14 Tahun 1985).
- Terhadap Penasehat Hukum dan
Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah
Agung Nomor 14 Tahun 1985).
D.
Kewenangan
Peradilan Umum
Pada pembahasan kali ini kita akan membahas
mengenai kewenangan peradilan umum. Berbicara tentang kewenangan mengenai
peradilan umum sebenarnya sudah tertuang dalam UU No. 2 Tahun 1986, berikut kewenangan yang dimaksud:
a. Kewenangan Peradilan Umum Menurut
UU No. 2 Tahun 1986
UU
No.2 tahun 1986 adalah UU yang mengatur tentang Peradilan Umum, sehingga
tertuang wewenang peradilan umum pada pasal-pasal berikut ini:
Pasal 2
Peradilan
Umum adalah salah satu pelaksana Kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan pada umumnya.
Pasal 6
Pengadilan
terdiri dari :
a.
Pengadilan Negeri yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama;
b.
Pengadilan Tinggi, yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding
Pasal 50
Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di
tingkat pertama
Pasal 52
(1) Pengadilan
dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum kepada
instansi Pemerintah di daerahnya, apabila diminta
Pasal 53
(1)
Ketua Pengadilan mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku
Hakim, Panitera, Sekretaris, dan Jurusita di daerah hukumnya.
(2)
Selain tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Ketua Pengadilan Tinggi di
daerah hukumnya melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat
Pengadilan Negeri dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan
sewajarnya.
(3)
Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),
Ketua Pengadilan dapat memberikan petunjuk, tegoran, dan peringatan yang dipandang
perlu.
(4)
Pengawasan tersebut dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), tidak boleh
mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara
Pasal 55
Ketua
Pengadilan mengatur pembagian tugas para hakim.
Dari
uraian beberapa pasal diatas telah menjelaskan mengenai wewenang dari peradilan
umum tidak terkecuali wewenang dari hakim yang mengadili perkara dalam ruang
lingkup peradilan umum.
b. UU No. 8 Tahun 2004 tentang
perubahan UU No. 2 tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
UU
No.8 Tahun 2004 adalah merupakan perubahan terhadap UU No. 2 Tahun 1986,
terdapat beberapa pasal yang mengalami perubahan. Sehingga ada beberapa
wewenang dari peradilan umum yang telah ditambahkan maupun dikurangi. Agar
lebih jelas berikut perubahan yang dimaksud:
Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal
2
Peradilan
umum adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari
keadilan pada umumnya.
Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal
13
(1) Pembinaan
dan pengawasan umum
terhadap Hakim dilakukan
oleh
Ketua
Mahkamah Agung.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak
boleh mengurangi
kebebasan Hakim dalam
memeriksa dan memutus
perkara.
Perubahan diatas
hanyalah sebagian dari perubahan yang ada, namun selama tidak ada peruban yang
dilakukan UU no. 8 tahun 2004 maka aturan-aturan yang masih ada di UU no.2
tahun 1986 masih diberlakukan.
c. UU No. 49 Tahun 2009 tentang
perubahan ke 2 terhadap UU No. 2 Tahun 1986 tentang peradilan Umum.
UU
No. 49 Tahun 2009 merupakan perubahan ke 2 terhadap UU No. 2 Tahun 1986. Ada
beberapa pasal yang dirubah mengenai kewenangan peradilan umum, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Pada
pasal 1 yang semula hanya memiliki 2 ayat, maka setelah perubanhan menjadi 6
ayat. Masing-masing sebagai berikut.
Pasal
1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud
dengan:
1. Pengadilan adalah
pengadilan negeri dan
pengadilan tinggi di lingkungan peradilan umum.
2. Hakim adalah hakim pada pengadilan
negeri dan hakim pada pengadilan tinggi.
3. Mahkamah Agung
adalah salah satu
pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud
dalam UndangUndang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
4.
Komisi Yudisial adalah
lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Pengadilan Khusus adalah
pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus
perkara tertentu yang
hanya dapat dibentuk
dalam salah satu lingkungan
badan peradilan yang
berada di bawah Mahkamah Agung yang
diatur dalam undangundang.
6. Hakim ad hoc
adalah hakim yang
bersifat sementara yang memiliki
keahlian dan pengalaman
di bidang tertentu untuk
memeriksa, mengadili, dan
memutus suatu perkara yang
pengangkatannya diatur dalam undang-undang.
2. Di antara Pasal 13
dan Pasal 14 disisipkan 6 (enam)Pasal, yakni
Pasal 13A, Pasal
13B, Pasal 13C,
Pasal 13D, Pasal 13E, dan Pasal 13F,
Itulah sebagian dari
perubahan yang ke 2 dari UU No. 2 Tahun 1986.
E.
Peran
Masyarakat Dalam Pengawasan Lembaga Peradilan.
Institusi
pengadilan yang secara esensial merupakan institusi Yudisial yang merupakan
suatu tempat terhormat dan mulia untuk menyelesaikan
persangketaan-persangketaan yang terjadi didalam masyarakat, sehingga keadilan
yang diharapkan bagi pihak-pihak yang berperkara dalam suatu sengketa dapat
terwujud, kini telah hilang esensinya tersebut, pengadilan sekarang justru
lebih mengarah untuk melakukan penyimpangan yang lebih populer disebut dengan
Mafia Peradilan. Keprihatinan inilah yang mendorong lahirnya ide pengawasan
terhadap, peradilan yang dimaksud adalah institusi pengadilan negeri. Untuk itu
pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat luas harus terus ditingkatkan agar
dapat meminimalisir penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh lembaga
pengadilan. Pengaturan tentang partisipasi masyarakat mengawasi kinerja
pengadilan belum diatur secara khusus oleh undang-undang, akan tetapi secara
umum telah diatur dalam Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan
negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; Undang-Undang
No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia.
Kesimpulannya
peran masyarakat belum diatur secara khusus dalam undang-undang mengenai
perannya dalam mengawasi peradilan, namun sebagai Negara demokrasi dengan
berdasarkan kedaulatan rakyat maka secara alamiah masyarakat dapat berperan
lansung dalam setiap lembaga peradilan. Dan melalui pengawasan inilah
masyarakat dapat meminimalisir penyimpangan yang dilakukan lembaga peradilan
dengan diberikan kewenangan untuk melaporkan penyimpangan yang dimaksud kepada
Komisi Yudisial yang merupakan Lembaga bentukan dari Negara sebagai salah satu
Lembaga yang mengawasi secara lansung mengenai kode etik dalam lembaga
peradilan, serta melakukan pengawasan lansung terhadap hakim-hakim yang
menyimpang atau melanggar kode etik hakim.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian diatas maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Wewenang
dan tugas hakim dari uraian diatas meliputi.
·
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya
hakim wajib menjaga kemandirian peradilan.
·
Hakim wajib menggali nilai-nilai hukum
yang berkembang dalam masyarakat.
·
Hakim harus memiliki
integritas dan kepribadian yang
tidak tercela, jujur,
adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum serta mentaati kode
etik perilaku hakim.
·
Ketua
pengadilan wajib mengawasi
pelaksanaan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
·
hakim adalah pejabat peradilan Negara
yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili
2. Peran
masyarakat dalam mengawasi peradilan adalah secara khusus masyarakat tidak
memiliki UU yang mengatur mengenai kewenangan masyarakat dalam pengawasan
peradilan di Indonesia. Namun, sebagai Negara demokrasi dengan berdasarkan
kedaulatan rakyat maka secara alamiah masyarakat dapat berperan lansung dalam
setiap lembaga peradilan. Dan melalui pengawasan inilah masyarakat dapat
meminimalisir penyimpangan yang dilakukan lembaga peradilan dengan diberikan
kewenangan untuk melaporkan penyimpangan yang dimaksud kepada Komisi Yudisial
yang merupakan Lembaga bentukan dari Negara sebagai salah satu Lembaga yang
mengawasi secara lansung mengenai kode etik dalam lembaga peradilan, serta
melakukan pengawasan lansung terhadap hakim-hakim yang menyimpang atau
melanggar kode etik hakim.
B.
Saran
Indonesia adalah Negara
hukum, dan peradilan adalah lembaga yang mengadili perkara hukum. Maka, atas
dasar tersebut peradilan mempunyai peran yang sangat penting dalam penegakan
hukum. Peran seorang hakim sangat menentukan hasil keputusan, oleh sebab itu
agar tidak terjadi kesalahan dan ketidak puasan dari masyarakat seharusnya
pemerintah mengikut sertakan masyarakat secara aktif dalam mengawasi peradilan
yang bersih yang sesuai dengan keinginan masyarakat guna terpenuhinya cita-cita
hukum, yaitu KEADILAN.
Daftar
Pustaka
Hamzah
& Senjun Manulang, Lembaga Fiducia
dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: IND. HILL CO. 1967
Moh.
Mahfud MD. Politik Hukum di Indonesia.
Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. 1998
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Makamah Agung
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004
Tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985
Tentang Makamah Agung
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 Tentang perubahan atas Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Makamah Agung
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
[1] A. Hamzah & Senjun Manulang, Lembaga Fiducia dan Penerapannya di
Indonesia ( Jakarta: IND. HILL CO., 1967), hlm. 2.
[2] Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia
(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1998),hlm. 1.
[3] Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

youtube, youtube, youtube vid, tags, and tags for youtube
BalasHapusyoutube, youtube vid, tags, and tags youtube to mp3 for youtube. youtube youtube_vid, tags, tags, and tags for youtube. youtube_vid, tags, tags, and tags for youtube. youtube_vid, tags,