_____________________________
Vega Della Tridaya, Fakultas Hukum, Univ. Bhayangkara.
Jum'at, 10 Februari 2017.
Harusnya Institusi Kejaksaan dengan dilengkapi Undang-undang power yaitu Undang-undang No.16 tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI mestinya memberantas kejahatan, terutama kejahatan korupsi, sebab korupsi mengambil uang rakyat yang seharusnya bisa diperuntukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Penanganan kasus korupsi oleh kejaksaan selama ini banyak yang tidak selesai. Banyak sekali kasus korupsi yang di SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan)-kan oleh kejaksaan. Sebut saja SP3 untuk Sjamsul Nursalim (kerugian negara sekitar 10 Triliun), SP3 untuk Prajogo Pangestu (kerugian negara 331 Milyar), Marimutu Sinirasan (kerugian negara 1,8 Triliun), dan berbagai kasus besar lainnya yang diberhentikan penyidikannya seperti kasus BLBI, Korupsi PT.Pertamina dan lain-lain.
Dan yang membuat saya menjadi teramat sedih yaitu beberapa perkara korupsi yang diajukan ke pengadilan banyak yang divonis bebas oleh majelis hakim. Majelis hakim berpendapat surat dakwaan jaksa tidak cermat, kabur, dan/atau kurang lengkap.
Maka dari itu perlu adanya pengawasan yang lebih intensif dari pimpinan kejaksaan dimana jaksa yang menangani perkara itu bertugas. Dalam hal ini Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari), Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) harus melakukan pengawasan kepada jaksa dibawahnya yang sedang melakukan tugas membuat surat dakwaan. Kajari dan Kajati di setiap daerah harus ikut bertanggung jawab dalam proses pembuatan surat dakwaan agar jaksa tidak memperjual belikan perkara. Karena sejatinya sebagai pengendali penanganan perkara diwilayahnya, Kajari dan Kajati harus mengetahui perbuatan anak buahnya.









